Situasi di Jalur Gaza kembali memanas setelah gelombang serangan Israel yang menyebabkan puluhan warga sipil tewas. Ketegangan yang tak kunjung mereda ini memperpanjang krisis kemanusiaan yang telah berlangsung sejak akhir 2023, memunculkan kembali kekhawatiran global terhadap dampak konflik bersenjata terhadap penduduk sipil, terutama perempuan dan anak-anak.
Gelombang Serangan Udara Terbaru
Pada pertengahan Mei 2025, pesawat-pesawat tempur Israel meluncurkan serangan udara ke berbagai wilayah di Gaza selatan, termasuk daerah pengungsian di Al-Mawasi. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 33 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak. Serangan ini terjadi saat banyak warga sedang beristirahat di tenda-tenda darurat, memperbesar jumlah korban jiwa.
Pihak militer Israel mengklaim bahwa operasi ini menargetkan infrastruktur milik kelompok bersenjata Hamas. Namun, kenyataannya, banyak serangan mengenai kawasan sipil, termasuk fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, dan pusat distribusi bantuan.
Korban Sipil Serangan Israel Terus Bertambah
Laporan dari organisasi kemanusiaan internasional menyebutkan bahwa mayoritas korban jiwa dalam konflik berkepanjangan ini adalah warga sipil. Dari lebih dari 52.000 korban tewas sejak konflik kembali pecah pada Oktober 2023, sekitar dua pertiganya merupakan perempuan dan anak-anak.
Serangan yang menghantam sekolah dan tempat penampungan menimbulkan dampak yang sangat parah. Banyak anak kehilangan orang tua atau terluka parah, dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi dalam kondisi yang sangat minim. Banyak dari mereka kini tinggal di tempat-tempat yang tidak layak, tanpa akses ke air bersih, makanan bergizi, dan layanan medis.
Krisis Kemanusiaan Makin Parah
Blokade terhadap Jalur Gaza semakin memperparah situasi. Akses masuk bantuan kemanusiaan menjadi sangat terbatas. Meski beberapa negara telah berusaha menyalurkan bantuan melalui jalur Rafah dan pos distribusi alternatif, sebagian besar truk bantuan tertahan atau gagal mencapai titik distribusi karena kondisi keamanan yang tidak menentu.
Organisasi seperti Palang Merah Internasional dan WHO menyatakan keprihatinan mereka terhadap kelangkaan suplai medis dan bahan pokok di rumah sakit Gaza. Banyak fasilitas kesehatan sudah tidak dapat beroperasi secara optimal. Pasokan listrik yang terbatas juga menyulitkan proses penyelamatan nyawa, terutama bagi pasien kritis dan korban luka.
Dunia Internasional Bereaksi
Serangan terbaru di Gaza memicu kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Beberapa kepala negara menyerukan penghentian kekerasan dan mengingatkan pentingnya mematuhi hukum humaniter internasional. Negara-negara seperti Turki, Afrika Selatan, dan sejumlah negara Eropa mengecam keras tindakan militer Israel yang dinilai tidak proporsional dan tidak membedakan antara kombatan dan non-kombatan.
Di sisi lain, upaya diplomatik untuk menengahi konflik masih menghadapi jalan buntu. Amerika Serikat dan beberapa negara Arab telah mencoba memfasilitasi gencatan senjata, namun hingga kini belum ada kesepakatan yang berhasil dicapai.
Suara dari Warga Gaza
Banyak warga Gaza menyampaikan rasa frustasi dan keputusasaan mereka melalui media sosial dan laporan lapangan. Beberapa di antaranya menyatakan bahwa mereka sudah kehilangan semua: rumah, keluarga, dan harapan. Anak-anak yang selamat kini mengalami trauma mendalam, yang akan mempengaruhi kehidupan mereka untuk waktu yang lama.
Para sukarelawan dan tenaga medis yang masih bekerja di lapangan juga mengaku kewalahan. Jumlah pasien terus bertambah, sementara sumber daya yang tersedia tidak mencukupi. Mereka memerlukan lebih banyak bantuan, tidak hanya dari organisasi internasional tetapi juga dari dunia secara keseluruhan.
Masa Depan Gaza yang Tidak Pasti
Dengan konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, masa depan Gaza semakin tidak menentu. Generasi muda kehilangan akses ke pendidikan, pekerjaan, dan keamanan. Infrastruktur yang hancur total membuat proses pemulihan akan memerlukan waktu puluhan tahun, bahkan jika perang berhenti hari ini.
Pengamat politik dan aktivis HAM mendesak komunitas global untuk mengambil tindakan nyata dalam menghentikan konflik ini. Mereka menekankan pentingnya mengakhiri impunitas terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan memprioritaskan perlindungan terhadap warga sipil.
Kesimpulan: Desakan untuk Gencatan Senjata
Gaza kini berada di ambang bencana kemanusiaan yang lebih luas. Setiap hari tanpa gencatan senjata berarti lebih banyak nyawa yang hilang dan lebih banyak penderitaan yang terjadi. Serangan yang menewaskan puluhan warga sipil hanya menambah urgensi untuk menemukan solusi damai dan adil.
Masyarakat internasional harus bertindak lebih tegas dan terkoordinasi untuk memastikan penghentian kekerasan, pembukaan akses bantuan, serta perlindungan penuh terhadap warga sipil. Tanpa langkah nyata, krisis di Gaza akan terus menjadi luka terbuka dalam sejarah kemanusiaan dunia.